“Ketika Rahasia Keluarga, Peran Mamak, dan Budaya Minangkabau dipotret dengan Cara Satir dan Penuh Kejutan”
Persiden bukan sekedar persimpangan di Kota Padang, novel Persiden karya Wisran Hadi bukan hanya sebuah cerita fiksi. Wisran hadi mengajak kita untuk berkeliling Kota Padang dan mencerminkan masyarakat minangkabau dengan kerumitan adat, Konflik keluarga, dan misteri yang bikin kita melek budaya dan penasaran dengan bagaimana endingnya.
Di novel ini kita akan fokus dengan permasalahan yang dihadapi keluarga Bagonjong, dimana Cik Inan yang merupakan adik perempuan satu satunya dari lima bersaudara laki laki. Dari awal Wisran menggambarkan Cik Inan sebagai tokoh yang penuh misteri. Perubahan sikapnya yang aneh dan penuh rahasia membuat saudara- saudaranya curiga. Di sinilah peran mamak (saudara laki – laki dari pihak ibu dalam sistem matrilineal Minangkabau) jadi penting yang mana mereka memliki tanggung jawab menjaga kehormatan keluarga, sekaligus mencari kebenaran dibalik masalah yang dirahasiakan oleh Cik Inan. Berharap mendapatkan ketenangan setelah mencari tau masalah Cik Inan, mereka malah terjebak dalam kebingungan: bagaimana menghadapi adik perempuan yang menyimpan rahasia besar?
Siapakah ayah dari anak itu?
Konflik rumah bagonjong makin rumit ketika tokoh Melati, anak Cik Inan. Kehamilan Melati menjadi pusat masalah besar yang memicu pertanyaan: Siapa ayah dari anak itu? Disini Wisran sengaja menggunakan kisah Malati untuk membuka mata kita, bagaimana adat dan moral sering kali berbenturan dengan realitas kehidupan. Disatu sisi, masyarakat Minang menjunjung tinggi kehormatan dan aturan adat. Disisi lain, realita nggak selalu berjalan sesuai aturan.
Beralih dari Cik Inan dan Malati kita diperkenalkan oleh tokoh sampingan yang unik yaitu pak Mikie. Dia berperan sebagai semacam perekat, mencoba mengurai simpul konflik yang ruwet di antara keluarga. Kehadirannya memberi warna sekaligus menunjukkan bahwa dalam konflik sebesar apapun, selalu ada tokoh yang mencoba menenangkan suasana.
Yang membuat Novel ini istimewa dari yang lainya adalah bagaimana Wisran menggambarkan sudut demi sudut kota padang dengan nyata dengan adat minangkabau yang masih dijunjung tinggi. Adat ditampilkan dengan segala keluruhanya, terutama tentang peran mamak, garis keturunan ibu, dan tanggung jawab terhadap anak dan keluarga.
Persiden adalah pintu masuk yang kaya akan simbol, kritik dan refleksi.
Tapi Wisran juga nggak menutup mata bahwa adat bisa jadi sumber tekanan. Saat aturan adat berbenturan dengan kenyataan hidup, muncul konflik batin, pertanyaan moral, bahkan luka yang susah disembuhkan. Jadi, Persiden bukan sekedar kisah keluarga, tapi juga kritik sosial terhadap masyarakat menjalankan adat dalam kehiduan sehari- hari.
Dan menariknya lagi Wisran menyajikan Novel ini dengan bahasa yang lugas, kadang sinis, dan penuh sindiran halus. Dialog nya terasa hidup dan membuat kita sebagai pembaca akan merasa seperti sedang menonton drama. Disini kita sadar bahwa kehidupan manusia gapernah hitam putih. Adat bisa jadi pelindung, tapi juga bisa berubah jadi belenggu kalau dijalankan tanpa hati nurani.